Minggu, 22 Juni 2008

Potensi PLTMH Tersedia Luas

Perlu Meningkatkan Kesadaran Pelestarian Alam
Sabtu, 1 Maret 2008 | 15:41 WIB

Banjarnegara, Kompas - Sejumlah pembangkit listrik tenaga mikro hidro atau PLTMH akan dibangun di 30 lokasi aliran sungai di Jawa Tengah oleh PT Indonesia Power unit Mrica, Kabupaten Banjarnegara. Setiap lokasi paling tidak akan dibangun PLTMH yang dapat memproduksi listrik lebih dari satu megawatt.

General Manager PT Indonesia Power unit Mrica Teguh Adi Nuryanto, Jumat (29/2), mengatakan, jumlah lokasi pembangunan PLTMH itu baru terbatas di wilayah eks-Karesidenan Banyumas. Potensi PLTMH di Jateng lebih banyak, dan bisa menjadi peluang untuk mengatasi krisis listrik.

"Dari 30 lokasi yang kami rencanakan itu semua menggunakan sungai-sungai kecil dan aliran irigasi," katanya.

Untuk aliran sungai yang lebih kecil pun, seperti aliran irigasi, lanjutnya, juga dapat digunakan untuk PLTMH dengan produksi listrik berkisar 300 kilowatt. Produksi listrik ini dapat digunakan untuk 600 rumah, dengan daya listrik 450 watt per rumah.

Hanya saja untuk hitungan bisnis bagi pengusaha, lanjut Teguh, produksi listrik sekecil itu membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan modal. Namun produksi listrik skala kecil itu dapat digarap oleh pemerintah daerah.

"Untuk membangun satu pembangkit itu dibutuhkan dana lebih dari Rp 15 juta, dan baru kembali setelah sembilan tahun," katanya.

PLTMH Wangan Aji di Kabupaten Wonosobo yang dikelola Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin, misalnya, menggunakan aliran air irigasi untuk menggerakan dua turbin dengan kapasitas produksi 140 KW. Menurut Manajer Koperasi Ponpes Roudlotuth Tholibin Slamet Zakaria, PLTMH itu tak menggunakan bendungan air karena pasokan air di saluran irigasi itu tak pernah surut.

"Terjunan airnya juga cukup curam sehingga dapat menggerakkan turbin. Air yang digunakan juga tidak tercemar, melainkan kembali mengalir ke saluran irigasi," kata Zakaria.

Untuk menjamin turbin dapat bergerak, katanya, pihaknya harus tetap menjaga kebersihan air dari sampah. "Daerah di atas PLTMH ini terdapat pasar, sehingga kadang-kadang ada sampah masuk ke saluran irigasi ini," lanjutnya.

Teguh mengatakan, untuk menjalankan PLTMH maupun PLTA memang perlu memerhatikan peningkatan pelestarian alam. "Seperti permasalahan PLTA Mrica, terbentur pada masalah endapan lumpur di Waduk Pangbes Jenderal Soedirman yang mencapai 40 persen. Jadi, perlu ada kesadaran menjaga lingkungan hutan di Dieng tetap hijau agar erosi di Sungai Serayu tak terlalu tinggi," katanya.

Di beberapa wilayah Banyumas, PLTMH dengan teknologi kincir air sederhana dimulai sejak tahun 1997. Hal ini seperti terdapat di sejumlah kecamatan di lereng Gunung Slamet, seperti Karanglewas dan Cilongok. Warga Dusun Semaya, Desa Sunyalangu, Karanglewas adalah yang kali pertama mengembangkan listrik berpembangkit kincir air di Banyumas. (mdn/han)


sumber : cetak.kompas.com

Read More..

Mikro Hidro Potensial Penuhi Kekurangan Elektrifikasi

Senin, 12 Mei 2008 | 20:11 WIB

BANDUNG, SENIN- Pada tahun 2007, Perusahaan Listrik Negara atau PLN baru dapat memenuhi kebutuhan elektrifikasi di Jawa Barat sebesar 61,51 persen. Karena itu, potensi-potensi energi alternatif perlu dikembangkan, salah satunya dengan pembangkit listrik mikro hidro. Namun demikian, energi potensial ini hanya akan stabil jika kelestarian alam di sekitarnya terjaga.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Smart Otomotif T Wisnuadji, Senin (12/5) di Bandung . Prinsip pengembangan mikro hidro sangatlah sederhana. "Kinerja teknologi ini adalah memanfaatkan energi potensial air untuk menggerakkan generator sehingga menghasilkan listrik," ujarnya.

Menurut Wisnu, alam Jawa Barat sangat potensial untuk pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga air, antara lain di daerah Sukabumi dan Garut yang masih memiliki hutan dan persediaan air yang stabil. Namun, pengembangan mikro hidro belum banyak direalisasikan.

Beberapa kendala yang menghambat pengembangan energi hidro adalah jauhnya lokasi yang berpotensi dengan jaringan dan tranmisi listrik. Selain itu, perambahan hutan yang marak dilakukan juga menjadi kendala tidak stabilnya volume air.

Wisnu mengatakan, pengembangan mikro hidro dapat direalisasikan berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat. "Sebenarnya ada tiga macam teknologi mikro hidro yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai pengganti alternatif listrik, yaitu pico hidro dengan kemampuan sekitar 100 watt, mikro hidro dengan kemampuan energi di bawah 300 Kwh, serta mini hidro dengan kemampuan di atas 300 Kwh," jelasnya.

Teknologi pico hidro dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan energi terbatas, seperti menghidupkan lampu dan keperluan alat elektronik berdaya kecil. Sedangkan teknologi mikro hidro memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan energi sekitar 500 rumah hunian, dan teknologi mini hidro dapat mencukupi kebutuhan energi beberapa desa.

Wisnu mengatakan, sampai saat ini permintaan teknologi mikro hidro justru datang dari luar Provinsi Jawa Barat. Kami sudah memenuhi pesanan dua turbin untuk Provinsi Aceh, dan dua turbin untuk Sulawesi. "Untuk pemenuhan Provinsi Jawa Barat masih direncanakan dengan kapasitas sekitar 3,2 mega watt ," ujarnya.

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat masih mencatat tingkat ektrifikasi di bawah 50 persen untuk beberapa daerah . Bahkan di Kabupaten Cianjur dan Garut terdapat enam kecamatan dan 11 desa yang belum berlistrik.

Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat TB Hisni mengungkapkan, untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah melakukan program listrik masuk desa serta membangun 21 unit pembangkit listrik tenaga mikro hidro untuk 4.797 kepala keluarga dan pemasangan PLTS untuk 775 kepala keluarga.


sumber : www.kompas.com

Read More..